Produsen furniture Indonesia diingatkan untuk giat mendapatkan sertifikasi furniture karena pasar dunia terutama AS dan Eropa hanya menerima furniture bersertifikat.
Dengan sertifikasi produk diharapkan
mampu memperbaiki dan mempertahankan daya tembus produk furniture di
pasar dunia. Mengingat sekarang ini tuntutan pasar dunia terhadap produk
furniture kayu yang bersertifikat sangat tinggi.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum
Asosiasi Perusahaan Mebel Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono pada saat
acara dalam acara lokakarya media Sertifikasi Produk Kayu: Memperluas
Akses ke Pasar Furniture Dunia, di Hotel Le Meridien, Kamis
(31/01/2008).
“Pasar Uni Eropa dan Amerika akan segera
membuat perjanjian multilateral dan bilateral untuk mencegah masuknya
produk kayu ilegal. Para produsen furniture Indonesia harus segera
mensertifikasi produknya kalau tidak mau kehilangan pasar,” ujarnya.
Perjanjian tersebut akan dilaksanakan
oleh Uni Eropa dalam bentuk kemitraan sukarela atau voluntary
partnership agreements (VPA) dengan negara-negara pengekspor furniture
kayu.
Tujuannya agar para negara eksportir
untuk tidak menggunakan bahan baku kayu ilegal. Rencananya tahun 2008
ini perjanjian ini mulai berlaku. Sehingga secara bertahap pasar di dua
negara tersebut akan tertutup bagi produk-produk yang tidak
bersertifikat.
Terutama bagi negara-negara pengekspor
furniture dunia seperti China yang memegang pangsa pasar 15,75%, Italia
11,71%, Polandia 6,78%, Jerman 5,19% dan Indonesia 4,26%.
Sebagai gambaran saja untuk bisa
mendapatkan sertifikasi furniture, langkah pertama bagi produsen adalah
mereka harus memastikan bahwa bahan baku kayu yang dipakai harus berasal
dari sumber yang jelas atau legal.
Langkah pertama ini bisa dilakukan
melalui proses verifikasi asal usul bahan baku atau verification of
legal origin (VLO).
Sehingga menurut Ambar, mau tidak mau
para produsen furniture
kayu harus menganggap hal ini sebagai sebuah tantangan, bukan sebagai
halangan. “Ini harus segera dilakukan karena Indonesia sangat sensitif
dengan isu pembalakan liar, karena ini sudah menjadi isu global,” imbuh
Ambar.
Hingga kini sudah ada 40 produsen yang
berada di wilayah Jogjakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang akan
memperoleh VLO. Sedangkan di Jepara saja setidaknya sudah ada 3600
perusahaan mebel dan sekitar 15.000 skala rumahan yang mampu menyerap 4
juta hingga 5 juta tenaga kerja.
Ambar juga mangakui untuk penerapan
sertifikasi ini tidak mudah, karena harus mengubah pandangan para
produsen furniture terhadap kesadaran soal sertifikasi. “Memang yang
banyak yang mengeluh karena, dianggap membuat susah mereka,” keluhnya.
Sementara itu Koordinator industri
furniture SENADA Dini Rahim mengatakan sistem sertifikasi itu penting
terutama untuk memenuhi permintaan pasar. “Keuntungannya bisa ada
penilaian harga lebih tinggi 0% hingga 30% dari pasar,” ujarnya.
Sertifikasi VLO dikeluarkan oleh
(Technischer Uberwachungs- Verein (TUV) yaitu sebuah lembaga sertifikasi
internasional, yaitu untuk pemberian sertifikasi chain of custody (COC)
bagi produsen terutama untuk hal proses produksi dan sertifikat untuk
bahan baku yaitu forestry stewardship council (FSC).
Editor
: Amirul
Hidayah/ Mukhammad Rizal
0 komentar:
Posting Komentar